Cari Artikel

    • ONLINE

      Sabtu, 28 Agustus 2010

      Kisah Nabi Hud AS (2)

      Anak cucu kaum Nabi Nuh AS , mulai ingkar, mereka menyembah berhala. Allah SWT mengutus Nabi Hud AS, tapi mereka tetap ingkar. Akhirnya mereka dibinasakan.

      Sebagian Kaum Nabi Nuh yang beriman berhasil selamat. Mereka mendarat dengan mulus setelah berlayar mengarungi samudra akibat banjir bandang. Mereka yang kemudian disebut Kau “Ad” menetap di desa Al-Ahqaf, dan kembali hidup dengan tenteram.

      Nabi Hud AS adalah keturunan Sam bin Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus kepada kaumnya yang bernama kaum “Ad”, suatu kaum yang bertempat tinggal di sebelah utara Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad adalah kaum yang sangat mahir membikin benteng yang kokoh dan kuat, tetapi sayang, mereka menyembah berhala.

      Untuk beberapa zaman sesudah itu, ajaran Tauhid Nabi Nuh dapat tetap tegak. Namun, setelah generasi demi generasi berganti, mereka mulai melupakannya. Mereka bahkan membuat patung dari nenek moyang – yang selamat dari banjir bandang – untuk dipuja dan disembah. Penghormatan terhadap nenek moyang seperti itu berkembang terus dari generasi ke generasi.

      Sampai akhirnya penghormatan itu berubah menjadi penghambaan dan syirik. Mereka menyembah patung nenek moyang dan mulai melupakan Allah SWT. Mereka menjadi musyrik dan kafir kembali. Mereka juga mengklaim sebagai kaum yang terkuat sehingga sombong. Kata mereka, “Siapakah yang lebih kuat dari kami?” (QS Fushshilat: 15).

      Di tengah kaum Ad yang mulai kufur dan musyrik itulah, Allah SWT mengutus Nabi Hud, seperti Nabi-nabi lain juga berseru, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, yang tiada tuhan lain bagi kalian selain Dia.” (QS Hud: 50). Tapi kaum Ad bukannya menurut, mereka malah marah, sebab mereka merasa lebih terhormat dari Nabi Hud.

      Dengan sombong mereka bilang, “Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami dengan dakwahmu itu? Imbalan apa yang engkau inginkan? Mereka menantang, dan memang bersedia memberi apa saja yang diminta asal Nabi Hud menghentikan dakwahnya.

      Nabi Hud tidak mengharapkan imbalan apa-apa selain agar kaum Ad mau berpikir jernih, menerangi pemikiran dengan cahaya kebenaran. Nabi Hud hanya ingin mereka bersyukur akan nikmat Allah: bagaimana Allah menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi Nuh; memberi mereka kekuatan fisik, banyak kenikmatan yang melimpah, dan memakmurkan bumi.

      Bukannya sadar, mereka bahkan semakin ingkar. Kata mereka, “bagaimana engkau bisa menyalahkan tuhan-tuhan kami sedangkan kami mendapati nenek moyang kami juga menyembah mereka?” maka jawab Nabi Hud, “Sesungguhnya nenek moyanag kalian telah berbuat salah!” tentu saja kaum Ad semakin marah. Maka mereka pun mengejek Nabi Hud, “Wahai Hud, apakah engkau akan mengatakan bahwa setelah kami mati dan jadi tanah akan hidup kembali?”

      “Kalian akan kembali hidup pada hari kiamat, dan Allah SWT akan bertanya tentang apa yang kalian lakukan selama kalian hidup di bumi!” tapi mereka malah tertawa. “Alangkah aneh pandanganmu itu!” seru mereka. “Mana mungkin orang yang sudah mati bisa hidup kembali!” teriak mereka.

      SIKSA PEDIH
      Tidak berhenti sampai disitu, mereka bahkan terus mengejek. “Apa itu hari kiamat?” bagaimana mungkin ada hari dimana manusia yang sudah mati bisa dihidupkan kembali?” kata mereka serempak

      Nabi Hud menjelaskan, kepercayaan akan datangnya hari kiamat sangat penting. Sebab, di hari kiamatlah kelak keadilan akan di tegakkan. Orang yang berbuat kebajikan akan mendapat pahala dan surga, sementara yang ingkar akan mendapat siksa yang amat pedih, masuk kedalam neraka. Meski sudah berkali-kali di ingatkan, kaum Ad malah berani berkata, “Jauh sekali dari kebenaran apa yang kamu ancamkan kepada kami. Kehidupan ini tak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan sekali lagi tak akan di bangkitkan lagi.” (QS Al-Mukminun: 36-37).

      Singkat cerita, tantangan terhadap dakwah Nabi Hud semakin keras terutama dari para Ruasa, alias para pembesar kaum Ad, atau mereka yang berstatus bangsawan yang kaya raya yang disebuat kaum Ma’la dengan sangat sombong, mereka bilang, “Bagaimana kita mau mengikuti manusia biasa yang makan dan minum dari piring dan gelas yang terbuat dari emas dan perak? Bukankah aneh kalau Allah memilih manusia biasa menerima wahyu?”

      “Apa anehnya? Justru karena mengasihi kalian, Allah SWT mengutus aku kepada kalian. Jangan lupa, sesungguhnya kisah Nabi Nuh masih segar dalam ingatan kita. Orang-orang yang mengingkari Allah SWT telah dan pasti hancur, sekuat apapun mereka!” jawab Nabi Hud.

      “Siapa yang dapat menghancurkan kami?” teriak para Ruasa’. “Allah SWT, jawab Nabi Hud tak kalah lantang.

      “Tuhan-tuhan kami akan menyelamtkan kami!”
      “Tuhan yang kalian sembah tidak akan mungkin dapat menolong, sebaliknya justru akan semakin menjauhkan kalian dari Allah SWT.”

      “Kamu sudah gila, wahai Hud! Kami memahami rahasia kegilaanmu. Kamu menghina tuhan kami, dan tuhan kami akan marah kepadamu, karena itu kamu jadi gila!” teriak pemimpin kaum Ad itu. “Hai Hud kenapa tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan tuhan kami karena argumentasimu.” (QS Hud: 53).

      0 komentar:

      Posting Komentar

      Popular Posts

      next page

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news