Cari Artikel

    • ONLINE

      Sabtu, 28 Agustus 2010

      Kisah Nabi Hud AS (3)

      Karena tak seorangpun kaum Ad yang mau beriman, Nabi Hud hanya bisa pasrah kepada Allah SWT. Meski begitu ia tetap sabar dan tidak bersikap emosional. Lalu katanya dengan tegas, “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah SWT dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan selain dari Allah. Sebab itu, jalankanlah semua tipu dayamu terhadapku, dan janganlah kamu memberi kelonggaran kepadaku.” (QS Hud: 54-55).

      Nabi Hud berkata lagi, “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah SWT, tuhanku dan tuhanmu, tidak satupun binatang melata, melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya tuhanku dijalan yang lurus. Jika kamu berpaling, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu segala apa yang aku di utus oleh Allah. Tuhanku akan mengganti dengan kaum yang lain, (karena) kamu tidak dapat membuat mudarat sedikitpun kepada-Nya. Sesungguhnya tuhanku Maha Pemelihara segala sesuatu.” (QS Hud: 56-57).

      Segala daya upaya Nabi Hud tidak berhasil. Maka tidak ada jalan lain baginya kecuali pasrah dan menunggu janji Allah SWT berupa siksa dan azab bagi kaum Ad yang ingkar itu. Mula-mula Allah menguji mereka dengan kekeraingan yang luar biasa. Begitu terik matahari ketika itu, sehingga batu-batu yang di sentuh pun memercikkan bola api. Di tengah krisis itu, kaum Ad bertanya kepada Nabi Hud, “Mengapa terjadi kekeringan ini, wahai Hud?”

      “Sesungguhnya Allah SWT telah murka kepada Kalian. Jika kalian beriman, Allah SWT akan menurunkan hujan.”

      Mereka bukannya bertobat, tetapi justru mengejek dan semakin menganggap bahwa Nabi Hud benar-benar telah gila. Akibatnya, masa kekeringan semakin panjang dan dahsyat. Pepohonan yang hijau pun mulai menguning menegering lalu mati semua. Dan tak lama kemudian, datanglah awan besar menggelantung bergulung-gulung di langit. Melihat itu kaum Ad gembira, mengira hujan akan segera turun.

      Namun betapa kagetnya mereka ketika tiba-tiba udara berubah, yang tadinya panas dan kering menjadi sangat dingin menusuk tulang. Angin bertiup sangat kencanag, menerbangkan semua benda di atas bumi. Dari hari ke hari, udara dingin semakin dingin. Maka kaum Ad pun mulai ketakutan, berlarian kesana kemari mencari perlindungan.

      Namun, badai semakin kencang, menghancurkan tenda dan rumah-rumah, menerjang dan membunuh apa saja, tetumbuhan maupun hewan, mencabik dan merobek pakian, bahkan mengelupas kulit kaum Ad. tak terkecuali. Nabi Hud mengungsi bersama kaum yang beriman. Dan selama dalam pengungsian itu, badai dingin terus menghantam selama tujuh malam dan delapan hari.

      Itulah azab yang Allah timpakan kepada kaum Ad yang selalu ingkar. Mayatpun bergelimpangan dimana-mana. “Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus. Maka kamu lihat kaum Ad ketika itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang lapuk.” (QS Al-Haqqah: 7).

      Tak satu benda atau binatang pun yang tersisa, tak seorang pun yang hidup. Semua binasa bak pohon kurma yang lapuk. Sementara Nabi Hud dan kaum yang beriman di selamatkan oleh Allah SWT.

      Sumber Cerita: Alkisah Nomor 22 / 26 Okt – 7 Nov 2004

      0 komentar:

      Posting Komentar

      Popular Posts

      next page

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news